- Harga batu bara turun, PT SPC PHK karyawan
SAROLANGUN —
Puluhan karyawan PT Sarolangun Prima Coll (SPC) di Kampung Pulau Pinang,
Kecamatan Sarkam, Sarolangun, mengaku pasrah pada nasib mereka. Pasalnya,
perusahaan pertambangan batubara tempat mereka bekerja sedang melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Data yang diperoleh infojambi.com menyebutkan, sebanyak 36
orang karyawan yang bekerja di PT SPC terkena PHK. Humas PT SPC, Saypul,
membenarkan soal pengurangan karyawan di perusahaan mereka, karena perusahaan
menghentikan aktifitas produksi, dan hanya melakukan eksplorasi saja.
“Saat ini kami sedang melakukan pengurangan karyawan,
mengingat besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan. Sementara harga
batubara saat ini menurun sangat drastis, sehingga pemasukan tidak seimbang
dengan pengeluaran,” terang Saypul.
Menurut Saypul, PHK dilakukan perusahaan sesuai prosedur.
Karyawan dianjurkan membuat surat pengunduran diri, dan perusahaan akan memberi
uang pesangon sesuai masa kerja dan mengeluarkan surat pengalaman bekerja
terhadap semua karyawan yang di-PHK.
“Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pesangon karyawan
yang di-PHK mencapai ratusan juta rupiah. Saat ini jumlah karyawan yang masih
berstatus pekerja di PT SPC tinggal enam orang,” jelas Saypul.
- Penghasilan
Turun, HP Pecat 27 Ribu Karyawan
TEMPO.CO , New York - Hewlett-Packard,
perusahaan raksasa komputer, Rabu, 23 Mei 2012, waktu setempat, mengumumkan
bakal memecat 27 ribu karyawannya atau sekitar delapan persen dari seluruh
tenaga kerja yang ada. PHK besar-besaran ini terkait dengan penurunan
keuntungan perusahaan.
Produsen personal computer terbesar di dunia yang memiliki 300 ribu
karyawan di seluruh dunia itu juga menyatakan kepada pers bahwa keuntungan
perusahaan turun hingga 30 persen pada kuartal kedua tahun ini, sedangkan pada
kuartal pertama mengalami penurunan profit tiga persen.
"PHK memang berdampak pada kehidupan masyarakat terutama karyawan, tetapi
dalam kasus ini keputusan tersebut sangat penting bagi kesehatan perusahaan di
masa depan," ujar Meg Whitman, CEO perusahaan, dalam acara jumpa pers.
"Kami akan menghemat dana US$ 3 miliar sampai US$ 3,5 miliar
(sekitar Rp 28 triliun - Rp 32,4 triliun) sampai akhir 2014."
Whitman melanjutkan perusahaan akan menyiapkan dana sebesar US$ 1,7 miliar
(sekitar Rp 15,6 triliun) terkait dengan pemutusan hubungan kerja pada tahun
fiskal 2012 sebelum pajak. Menurutnya, HP telah berusaha mencoba mengatasi
gonjang ganjing perusahaan sejak 2011 termasuk kehilangan dua eksekutifnya.
Dalam laporannya, HP menyebutkan penghasilan bersih perusahaan pada kuartal
kedua tahun ini mencapai US$ 1,59 miliar (sekitar Rp 14,7 triliun), sementara
pada tahun sebelumnya HP meraih pendapatan bersih US$ 2,3 miliar (sekitar Rp
21,3 triliun).
Di depan sejumlah wartawan, Whitman menerangkan, akuisisi HP terhadap
perusahaan perangkat lunak Inggris, Autonomy, sebesar US$ 11 milyar (sekitar Rp
102 triliun) ternyata menghasilkan divisi tak seperti diharapkan. HP
memindahkan divisi di bawah koordinasi Kepala Strategi Perusahaan, Bill Veghte,
dan pendiri Autonomy, Mike Lynch, keduanya pun segera meninggalkan perusahaan.
"Akibatnya, HP kian melemah," ujar Whitman.
- 2.500 Buruh
Pabrik di Tangerang Di-PHK
Seorang buruh korban PHK melakukan aksi teatrikal saat
peringatan Hari Buruh sedunia (May Day) di Semarang. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Tangerang - Sebanyak 2.500 buruh PT Shyang Ju
Fung (SJF) di Desa Sukadamai, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, dipecat
karena perusahaan itu telah menghentikan kegiatan produksinya. Perusahaan
tersebut menghentikan produksi karena sepinya order sepatu merek Assic sejak awal
tahun ini. "Perusahaan mengaku order tidak ada dan terpaksa menghentikan
produksi," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Heri Heryanto,
Rabu, 30 Januari 2013. Heri mengatakan, pihak perusahaan telah melaporkannya ke
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang secara lisan terkait dengan kondisi
terakhir perusahaan. "Tim kami saat ini sedang ke lokasi untuk
menindaklanjuti laporan tersebut," katanya.
Menurut Heri, PT SJF merupakan
perusahaan milik pemodal asing dari Taiwan, yang telah empat tahun beroperasi
di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Perusahaan yang mengekspor alas kaki ke
Jepang dan Amerika tersebut secara mendadak menghentikan produksinya.
"Bisa dibilang mendadak karena sebelumnya tidak ada laporan terkait gejala
perusahaan ini akan terhenti produksinya," kata Heri. Heri mengaku,
pihaknya belum mengetahui secara terperinci apa penyebab utama perusahaan ini
menghentikan produksi dan memecat hampir 2.500 karyawannya. "Informasi
awalnya karena sepi order saja," katanya. Heri membantah jika pemecatan
ribuan buruh ini merupakan salah satu dampak dari kenaikan UMK 2013. "Sama
sekali tidak ada hubungannya," katanya
. Dinas
Tenaga Kerja akan mengawal masalah ini. "Kalaupun PHK tidak bisa
dihindari, kami memastikan hak para karyawan terpenuhi dengan baik,"
ujarnya. Pihak perusahaan terkesan menolak memberi penjelasan atas masalah ini.
HRD Manager PT SJF, Dony Ferdiansyah, tidak mengangkat teleponnya saat
dihubungi Tempo. Pertanyaan dan konfirmasi yang diajukan Tempo
melalui pesan pendek tidak direspons. Buruh perusahaan tersebut menyayangkan
PHK massal yang mendera mereka. "Kami berharap tidak ada PHK dan masih
bisa bekerja di sini," kata Salamah, 28 tahun. Warga Pasir Gadung, Cikupa,
yang mengaku sudah bekerja sejak pabrik itu berdiri tahun 2009 silam kini hanya
bisa pasrah. "Paling mencari kerja di perusahaan lain," katanya. Para
buruh mengaku sudah mengambil pesangon sejak Selasa kemarin, 29 Januari 2013.
"Kami sudah bisa mengambil pesangon karena perusahaan sudah tidak produksi
lagi," ujar Rosidah, karyawan yang bekerja di bagian cutting.
- PHK Ratusan
Karyawan di Surabaya, DPR Segera Panggil PT Nestle
ENSAINDONESIA.COM:
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak manajemen PT. Nestle Indonesia untuk
segera menyelesaikan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) 245 karyawan PT.
Nestle Indonesia cabang Waru, Surabaya yang diduga cacat hukum.
Hal ini disampaikan anggota Komisi
Kesehatan dan Ketenagakerjaan Poempida Hidayatulloh dalam keterangan pers yang
diterima redaksi, hari ini (Minggu, 3/2/2013).
Menurut informasi, keputusan PHK
karyawan adalah sepihak perusahaan yang tidak didasari kaidah aturan yang
berlaku saat itu. Tanggal 13 April 2000 PT. Nestle Indonesia Waru melaksanakan
rapat dengan agenda pemberitahuan PHK.
“Pelaksanaan rapat tersebut terjadi
kejanggalan, dimana Ketua Serikat Pekerja Nestle Indonesia disandera oleh
perusahaan asing ini. Sehingga muncul adanya tawaran PHK dengan mengacu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 03 tahun 1996,” ujar politisi Partai Golkar
ini.
Sedangkan karyawan hanya diberi
waktu selama 2 hari untuk memikirkan PHK tersebut dengan besaran pesangon
sesuai kebijakan perusahaan.
Namun fakta tidak demikian, dimana
karyawan yang di PHK sebagian besar dipaksa bekerja hingga tahun 2002. Hal ini
dikarenakan proses tersebut setiap karyawan tahapannya ada perbedaan.
Bersamaan dengan itu, bulan Juli
2000 muncul Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No 150 tahun 2000 yang mengatur aturan PHK dan besaran pesangon.
Namun, pihak PT Nestle Indonesia
Waru mengabaikan aturan baru tersebut dalam memproses PHK karyawannya.
“Kasus PHK 245 karyawan yang terjadi
tahun 2000-an tidak manusiawi dan cacat hukum. Perusahaan tidak melalui
mekanisme bipartit maupun tripartit dan hanya sesuai kebijakan internal,” tegas
Poempida.
Menurutnya, Komisi IX DPR RI
berencana akan memanggil jajaran manajemen PT. Nestle Indonesia untuk meminta
penjelasan terkait kasus PHK karyawan yang sudah berlangsung sangat lama dan
sampai sekarang belum ada penyelesaian.
“Kami berencana akan panggil jajaran
manajemen PT. Nestle untuk audiensi dengan Komisi IX DPR mengenai kasus
tersebut,” paparnya.
DPR berharap, kasus PHK ini bisa
diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengedepankan musyawarah mufakat.
Sebagaimana prinsip pemerintah yang pro job, pro poor, dan pro growth, tentunya
situasi ini sangat tidak mendukung program pemerintah tersebut.
“Saya yakin dengan mengedepankan
prinsip kekeluargaan, kasus PHK karyawan PT. Nestle Indonesia Waru akan
terselesaikan dengan baik,” tukasnya. @ari
- Kasus PHK
Sekuriti Di PT Titan Ngambang
CILEGON, (KB).- Kasus pemutusan
hubungan kerja (PHK) 41 pekerja outsourching bagian keamanan (sekuriti) di PT
Titan terkatung-katung. Mediasi antara para buruh yang di-PHK dan pihak
manajemen yang difasilitasi Komisi II DPRD Kota Cilegon, Selasa (5/2), gagal
menyelesaikan permasalahan. Sebabnya, perusahaan labour suplay PT Frist Scurity
Indonesia (FSI) yang mempekerjakan para buruh tersebut, tidak hadir dalam rapat
mediasi tersebut. Selain itu, pejabat Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota
Cilegon juga tidak ada yang hadir.
Para buruh eks sekuriti perusahaan pabrik biji besi di Kecamatan Gerem itu
datang di DPRD Kota Cilegon sekitar pukul 09.30 WIB.
Namun
mereka kecewa karena tak ada anggota Komisi II yang menemui mereka. Padahal
para buruh dan perwakilan pihak manajemen PT Titan sudah berkumpul di ruang
rapat DPRD. Sementara pihak PT FSI yang diundang Komisi II juga tidak
hadir."Kabarnya beberapa anggota Komisi II sedang ke Jakarta," ujar beberapa
eks sekuriti PT Titan. Namun beberapa saat kemudian, Sekretaris Komisi II DPRD
Kota Cilegon, Yusuf Amin, datang
di gedung dewan menemui mereka. Tak lama
kemudian rapat mediasi dilaksanakan.
Dalam kesempatan tersebut, para eks sekuriti PT Titan mengungkapkan, sejak
empat bulan lalu di-PHK oleh perusahaan tempat pihaknya bekerja, namun tak
mendapat pesangon. Selain itu, hak buruh lainnya di antaranya uang seragam
selama bekerja juga tak diberikan. Mereka meminta pihak manajemen PT Titan atau
PT FSI yang mempekerjakan para buruh tersebut, segera menyelesaikan
permasalahan ini. "Sudah empat bulan masalah ini terkatung-katung
penyelesaiannya, kami berharap dengan pertemuan ini dapat segera
diselesaikan," ujar Ian, salah seorang eks sekuriti PT Titan
Jalan musyawarah Menanggapi
keinginan para buruh, Sekretaris Komisi II, Yusuf Amin yang memimpin mediasi
tersebut, mendesak manajemen PT Titan segera menyelesaikan permasalahan
tersebut. "Kami berharap manajemen perusahaan dan pihak buruh
bermusyawarah untuk menyesaikan permasalahan ini," pintanya. Pihak
manajemen PT Titan yang diwakili pengacaranya Oto Winoto dan Daniel, menyambutbaik
saran Sekretaris Komisi II tersebut.
"Kami dari pihak perusahaan sebenarnya sudah siap menyelesaikan
permasalahan ini, namun kami masih menunggu hitung-hitungan dari PT FSI,"
kata Oto Winoto. Akan tetapi yang jadi persoalaan, kata dia, PT FSI tidak hadir
dalam kesempatan ini. Ia mengatakan, permasalahan eks sekuriti selama ini
terkatung-katung, lantaran PT FSI selalu tak hadir. Akibat ketidakhadiran perusahaan
tersebut, mediasi yang difasilitasi Komisi II kembali mengalami jalan buntu.
Sebelum rapat mediasi ditutup, Sekretaris Komisi II, Yusuf Amin menyatakan,
akan menjadwal ulang rapat mediasi ini dengan mengundang kembali PT FSI.