Subscribe:

Tuesday 18 June 2013

Beberapa contoh kasus PHK

  • Harga batu bara turun, PT SPC PHK karyawan
SAROLANGUN — Puluhan karyawan PT Sarolangun Prima Coll (SPC) di Kampung Pulau Pinang, Kecamatan Sarkam, Sarolangun, mengaku pasrah pada nasib mereka. Pasalnya, perusahaan pertambangan batubara tempat mereka bekerja sedang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Data yang diperoleh infojambi.com menyebutkan, sebanyak 36 orang karyawan yang bekerja di PT SPC terkena PHK. Humas PT SPC, Saypul, membenarkan soal pengurangan karyawan di perusahaan mereka, karena perusahaan menghentikan aktifitas produksi, dan hanya melakukan eksplorasi saja.
“Saat ini kami sedang melakukan pengurangan karyawan, mengingat besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan. Sementara harga batubara saat ini menurun sangat drastis, sehingga pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran,” terang Saypul.
Menurut Saypul, PHK dilakukan perusahaan sesuai prosedur. Karyawan dianjurkan membuat surat pengunduran diri, dan perusahaan akan memberi uang pesangon sesuai masa kerja dan mengeluarkan surat pengalaman bekerja terhadap semua  karyawan yang di-PHK.
“Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pesangon karyawan yang di-PHK mencapai ratusan juta rupiah. Saat ini jumlah karyawan yang masih berstatus pekerja di PT SPC tinggal enam orang,” jelas Saypul.

  • Penghasilan Turun, HP Pecat 27 Ribu Karyawan
TEMPO.CO , New York - Hewlett-Packard, perusahaan raksasa komputer, Rabu, 23 Mei 2012, waktu setempat, mengumumkan bakal memecat 27 ribu karyawannya atau sekitar delapan persen dari seluruh tenaga kerja yang ada. PHK besar-besaran ini terkait dengan penurunan keuntungan perusahaan.

Produsen personal computer terbesar di dunia yang memiliki 300 ribu karyawan di seluruh dunia itu juga menyatakan kepada pers bahwa keuntungan perusahaan turun hingga 30 persen pada kuartal kedua tahun ini, sedangkan pada kuartal pertama mengalami penurunan profit tiga persen.

"PHK memang berdampak pada kehidupan masyarakat terutama karyawan, tetapi dalam kasus ini keputusan tersebut sangat penting bagi kesehatan perusahaan di masa depan," ujar Meg Whitman, CEO perusahaan, dalam acara jumpa pers. "Kami akan menghemat dana US$ 3 miliar  sampai US$ 3,5 miliar (sekitar Rp 28 triliun - Rp 32,4 triliun) sampai akhir 2014."

Whitman melanjutkan perusahaan akan menyiapkan dana sebesar US$ 1,7 miliar (sekitar Rp 15,6 triliun) terkait dengan pemutusan hubungan kerja pada tahun fiskal 2012 sebelum pajak. Menurutnya, HP telah berusaha mencoba mengatasi gonjang ganjing perusahaan sejak 2011 termasuk kehilangan dua eksekutifnya.

Dalam laporannya, HP menyebutkan penghasilan bersih perusahaan pada kuartal kedua tahun ini mencapai US$ 1,59 miliar (sekitar Rp 14,7 triliun), sementara pada tahun sebelumnya HP meraih pendapatan bersih US$ 2,3 miliar (sekitar Rp 21,3 triliun).

Di depan sejumlah wartawan, Whitman menerangkan, akuisisi HP terhadap perusahaan perangkat lunak Inggris, Autonomy, sebesar US$ 11 milyar (sekitar Rp 102 triliun) ternyata menghasilkan divisi tak seperti diharapkan. HP memindahkan divisi di bawah koordinasi Kepala Strategi Perusahaan, Bill Veghte, dan pendiri Autonomy, Mike Lynch, keduanya pun segera meninggalkan perusahaan. "Akibatnya, HP kian melemah," ujar Whitman.


  • 2.500 Buruh Pabrik di Tangerang Di-PHK
Seorang buruh korban PHK melakukan aksi teatrikal saat peringatan Hari Buruh sedunia (May Day) di Semarang. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Tangerang - Sebanyak 2.500 buruh PT Shyang Ju Fung (SJF) di Desa Sukadamai, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, dipecat karena perusahaan itu telah menghentikan kegiatan produksinya. Perusahaan tersebut menghentikan produksi karena sepinya order sepatu merek Assic sejak awal tahun ini. "Perusahaan mengaku order tidak ada dan terpaksa menghentikan produksi," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Heri Heryanto, Rabu, 30 Januari 2013. Heri mengatakan, pihak perusahaan telah melaporkannya ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang secara lisan terkait dengan kondisi terakhir perusahaan. "Tim kami saat ini sedang ke lokasi untuk menindaklanjuti laporan tersebut," katanya.
Menurut Heri, PT SJF merupakan perusahaan milik pemodal asing dari Taiwan, yang telah empat tahun beroperasi di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Perusahaan yang mengekspor alas kaki ke Jepang dan Amerika tersebut secara mendadak menghentikan produksinya. "Bisa dibilang mendadak karena sebelumnya tidak ada laporan terkait gejala perusahaan ini akan terhenti produksinya," kata Heri. Heri mengaku, pihaknya belum mengetahui secara terperinci apa penyebab utama perusahaan ini menghentikan produksi dan memecat hampir 2.500 karyawannya. "Informasi awalnya karena sepi order saja," katanya. Heri membantah jika pemecatan ribuan buruh ini merupakan salah satu dampak dari kenaikan UMK 2013. "Sama sekali tidak ada hubungannya," katanya
.           Dinas Tenaga Kerja akan mengawal masalah ini. "Kalaupun PHK tidak bisa dihindari, kami memastikan hak para karyawan terpenuhi dengan baik," ujarnya. Pihak perusahaan terkesan menolak memberi penjelasan atas masalah ini. HRD Manager PT SJF, Dony Ferdiansyah, tidak mengangkat teleponnya saat dihubungi Tempo. Pertanyaan dan konfirmasi yang diajukan Tempo melalui pesan pendek tidak direspons. Buruh perusahaan tersebut menyayangkan PHK massal yang mendera mereka. "Kami berharap tidak ada PHK dan masih bisa bekerja di sini," kata Salamah, 28 tahun. Warga Pasir Gadung, Cikupa, yang mengaku sudah bekerja sejak pabrik itu berdiri tahun 2009 silam kini hanya bisa pasrah. "Paling mencari kerja di perusahaan lain," katanya. Para buruh mengaku sudah mengambil pesangon sejak Selasa kemarin, 29 Januari 2013. "Kami sudah bisa mengambil pesangon karena perusahaan sudah tidak produksi lagi," ujar Rosidah, karyawan yang bekerja di bagian cutting.

  • PHK Ratusan Karyawan di Surabaya, DPR Segera Panggil PT Nestle

ENSAINDONESIA.COM: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak manajemen PT. Nestle Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) 245 karyawan PT. Nestle Indonesia cabang Waru, Surabaya yang diduga cacat hukum.
Hal ini disampaikan anggota Komisi Kesehatan dan Ketenagakerjaan Poempida Hidayatulloh dalam keterangan pers yang diterima redaksi, hari ini (Minggu, 3/2/2013).
Menurut informasi, keputusan PHK karyawan adalah sepihak perusahaan yang tidak didasari kaidah aturan yang berlaku saat itu. Tanggal 13 April 2000 PT. Nestle Indonesia Waru melaksanakan rapat dengan agenda pemberitahuan PHK.
“Pelaksanaan rapat tersebut terjadi kejanggalan, dimana Ketua Serikat Pekerja Nestle Indonesia disandera oleh perusahaan asing ini. Sehingga muncul adanya tawaran PHK dengan mengacu
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 03 tahun 1996,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Sedangkan karyawan hanya diberi waktu selama 2 hari untuk memikirkan PHK tersebut dengan besaran pesangon sesuai kebijakan perusahaan.
Namun fakta tidak demikian, dimana karyawan yang di PHK sebagian besar dipaksa bekerja hingga tahun 2002. Hal ini dikarenakan proses tersebut setiap karyawan tahapannya ada perbedaan.
Bersamaan dengan itu, bulan Juli 2000 muncul Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No 150 tahun 2000 yang mengatur aturan PHK dan besaran pesangon.
Namun, pihak PT Nestle Indonesia Waru mengabaikan aturan baru tersebut dalam memproses PHK karyawannya.
“Kasus PHK 245 karyawan yang terjadi tahun 2000-an tidak manusiawi dan cacat hukum. Perusahaan tidak melalui mekanisme bipartit maupun tripartit dan hanya sesuai kebijakan internal,” tegas Poempida.
Menurutnya, Komisi IX DPR RI berencana akan memanggil jajaran manajemen PT. Nestle Indonesia untuk meminta penjelasan terkait kasus PHK karyawan yang sudah berlangsung sangat lama dan sampai sekarang belum ada penyelesaian.
“Kami berencana akan panggil jajaran manajemen PT. Nestle untuk audiensi dengan Komisi IX DPR mengenai kasus tersebut,” paparnya.
DPR berharap, kasus PHK ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengedepankan musyawarah mufakat. Sebagaimana prinsip pemerintah yang pro job, pro poor, dan pro growth, tentunya situasi ini sangat tidak mendukung program pemerintah tersebut.
“Saya yakin dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan, kasus PHK karyawan PT. Nestle Indonesia Waru akan terselesaikan dengan baik,” tukasnya. @ari

 


  • Kasus PHK Sekuriti Di PT Titan Ngambang
CILEGON, (KB).- Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) 41 pekerja outsourching bagian keamanan (sekuriti) di PT Titan terkatung-katung. Mediasi antara para buruh yang di-PHK dan pihak manajemen yang difasilitasi Komisi II DPRD Kota Cilegon, Selasa (5/2), gagal menyelesaikan permasalahan. Sebabnya, perusahaan labour suplay PT Frist Scurity Indonesia (FSI) yang mempekerjakan para buruh tersebut, tidak hadir dalam rapat mediasi tersebut. Selain itu, pejabat Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon juga tidak ada yang hadir.
Para buruh eks sekuriti perusahaan pabrik biji besi di Kecamatan Gerem itu datang di DPRD Kota Cilegon sekitar pukul 09.30 WIB.
            Namun mereka kecewa karena tak ada anggota Komisi II yang menemui mereka. Padahal para buruh dan perwakilan pihak manajemen PT Titan sudah berkumpul di ruang rapat DPRD. Sementara pihak PT FSI yang diundang Komisi II juga tidak hadir."Kabarnya beberapa anggota Komisi II sedang ke Jakarta," ujar beberapa eks sekuriti PT Titan. Namun beberapa saat kemudian, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Cilegon, Yusuf Amin, datang
 di gedung dewan menemui mereka. Tak lama kemudian rapat mediasi dilaksanakan.
Dalam kesempatan tersebut, para eks sekuriti PT Titan mengungkapkan, sejak empat bulan lalu di-PHK oleh perusahaan tempat pihaknya bekerja, namun tak mendapat pesangon. Selain itu, hak buruh lainnya di antaranya uang seragam selama bekerja juga tak diberikan. Mereka meminta pihak manajemen PT Titan atau PT FSI yang mempekerjakan para buruh tersebut, segera menyelesaikan permasalahan ini. "Sudah empat bulan masalah ini terkatung-katung penyelesaiannya, kami berharap dengan pertemuan ini dapat segera diselesaikan," ujar Ian, salah seorang eks sekuriti PT Titan
Jalan musyawarah Menanggapi keinginan para buruh, Sekretaris Komisi II, Yusuf Amin yang memimpin mediasi tersebut, mendesak manajemen PT Titan segera menyelesaikan permasalahan tersebut. "Kami berharap manajemen perusahaan dan pihak buruh bermusyawarah untuk menyesaikan permasalahan ini," pintanya. Pihak manajemen PT Titan yang diwakili pengacaranya Oto Winoto dan Daniel, menyambutbaik saran Sekretaris Komisi II tersebut.
"Kami dari pihak perusahaan sebenarnya sudah siap menyelesaikan permasalahan ini, namun kami masih menunggu hitung-hitungan dari PT FSI," kata Oto Winoto. Akan tetapi yang jadi persoalaan, kata dia, PT FSI tidak hadir dalam kesempatan ini. Ia mengatakan, permasalahan eks sekuriti selama ini terkatung-katung, lantaran PT FSI selalu tak hadir. Akibat ketidakhadiran perusahaan tersebut, mediasi yang difasilitasi Komisi II kembali mengalami jalan buntu. Sebelum rapat mediasi ditutup, Sekretaris Komisi II, Yusuf Amin menyatakan, akan menjadwal ulang rapat mediasi ini dengan mengundang kembali PT FSI.


  • Perusahaan Batubara Mulai Lakukan PHK Akibat Krisis Global

Samarinda - Ancaman PHK massal pekerja di perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur akibat krisis global negara-negara Uni Eropa, mulai terasa. Di Samarinda misalnya, puluhan pekerja tambang emas hitam itu terpaksa di-PHK. "Ada 3 perusahaan sektor tambang batubara yang konsultasi ke kita. Satu di antaranya PHK 50 karyawannya, satunya lagi merumahkan karyawannya dan lainnya lagi melalukan efisiensi jam kerja lembur," kata Kabid Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda Eddy Hariadi, kepada detikFinance, Kamis (8/11/2012) siang WITA.
Menurut Eddy, upaya PHK, merumahkan karyawan hingga pengurangan jam kerja lembur berlangsung dalam kurun waktu 4 bulan terakhir ini. Krisis Eropa dan anjloknya harga jual batubara, menjadi alasan utama ketiga perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) itu. "Jadi pada dasarnya alasan yang mengemuka adalah anjloknya harga jual batubara dan krisis Eropa dan dampaknya itu terhadap karyawan dengan pengurangan produksi,"
"Sebelum PHK, pemilik perusahaan tambang itu merumahkan sebagian karyawannya dan pengurangan jam kerja. Kebijakan PHK per tanggal 31 September 2012 lalu oleh perusahaan tambang batubara itu karena perusahaan tutup," tambahnya.
"Tapi yang melakukan PHK itu, pembayaran pesangon belum tuntas. Setelah kita mediasi, perusahaan bersangkutan menyanggupi pesangon dibayar tuntas pada 15 Oktober 2012 nanti," jelasnya Eddy juga menggarisbawahi, kebijakan PHK memang sudah diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Terkait itu, Disnaker tetap mengingatkan kewajiban
 perusahaan terhadap karyawannya. "Kalau karyawan dirumahkan, gaji harus tetap dibayar. Kalau PHK, pesangon harus segera dibayarkan," tegasnya. Saat ini, tercatat sekitar 45 perusahaan tambang batubara yang beroperasi di kota Samarinda, dengan mempekerjakan sekitar 4.000 orang pekerja. Mengingat krisis global di Eropa masih tidak menentu, tidak menutup kemungkinan kebijakan PHK akan dilakukan perusahaan-perusahaan lainnya. "Jumlah 45 perusahaan itu, yang tercatat di Disnaker. Kalau krisis Eropa tetap berlanjut, tidak menutup kemungkinan akan ada perusahaan lainnya untuk mem-PHK," sebut Eddy. "Tapi kita tetap mengimbau kepada perusahaan batubara, tidak melakukan PHK besar-besaran. Kecuali kalau memang kondisi perusahaan terus memburuk dan tidak ada jalan lain, apa boleh buat PHK tetap terjadi," tutupnya.

1 comments:

Fari said...

Jakarta, Aktual.com – Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan banyak tenaga kerja yang akan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari beberapa perusahaan. angka PHK ini mencapai 30 ribu orang. Hal itu terjadi akibat adanya antisipasi yang dilakukan oleh perusahaan menghadapi pelemahan ekonomi.

“Datanya masih dikonsolidasi, di kementerian sejauh ini jumlahnya segitu,” kata Hanif di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).

Tahun Ini, 30 Ribu Orang Terkena PHK

Post a Comment